Bercerita dari pengalamanku.
Aku adalah anak ke dua dari 6 bersaudara, diatasku adalah seorang anak laki-laki yang aku panggil abang. Ketika kelas 6 SD abangku mondok jadilah aku merasa sebagai anak pertama. Padahal tak ada tuntutan untuk menjadi seperti itu tapi keadaan secara otomatis made it happened.
Dari kecil mamak selalu memberi contoh yang baik kepada kami, kalau sampai sekarang orang betah bersama ku itu karena didikan mamak "judulnya sudah pembantu (bahasa zaman dulu ya gaes) artinya mereka cuman membantu" begitu penjelasan mamak, lalu aku memang menyaksikan mamak masih repot di dapur, masih repot menyusun baju-baju yang sudah di setrika jadilah aku dan adik-adik selalu kebagian tugas ini itu, meski di rumah saat itu ada 3 orang Asisten. Aku paling suka beberes rumah dan sampai saat ini menjelang lebaran aku selalu pulkam seminggu sebelum lebaran hanya karena ingin merapihkan rumah mamak hehhe.
Dalam perjalanannya mamak cukup tegas mendidik kami, hal ini menjadikan kami memahami mamak sepenuhnya, disisi lain mamak juga sangat manis menghargai setiap apa yang kami lakukan, misal aku kebagian kerja untuk mencuci piring, maka akan ada "upah" untuk kegiatan itu, sehingga kami mengerjakan sesuatu selalu dengan harapan akan mendapat sesuatu.
Well, mungkin setiap anak akan merasa lebih dekat dengan Ibu nya, sekarang aku bisa jawab :Yup, aku pun begitu" Tapi dulu disaat remaja dan sampai kuliah tingkat I aku belum bisa berdamai dengan mamak. Tidak ada kekerasan fisik, hanya saja aku susah klop dengan mamak. Karena aku merasa memang bukan anaknya melainkan temannya. Jadi susah banget aku untuk 'tunduk' sebagai anak nya, yang ada papa selalu kebingungan membela istrinya atau aku anaknya. Aku tidak membenci mamak hanya saja aku tidak suka, aku terlalu menilai mamak dengan logika. Misal pernah suatu kali papa berusaha memberi surprised tapi mamak tidak suka, dan ini baru bisa aku pahami ketika aku di bangku kuliah. Namun respon ku saat kejadian adalah mendendam karena merasa kasihan melihat papa, alhasil ketika aku mendapat rangking mamak berusaha memberi surpsised pada ku, mamak membelikan ku kalung emas yang lagi ngetrend zaman itu. Lalu entah kenapa aku merasa bahwa aku harus membalas mamak, akupun membuang tepatnya mencampakkan kalung pembeliannya dan aku bisikkan "nah beginilah rasanya bila surprised kita tidak diterima". Aku melihat mamak menangis dan aku tak merasa berdosa, sampai akhirnya aku menjuluki diriku sebagai anak durhaka.
Mamak menjadikan ku sebagai tempat bercerita, semua hal apapun itu, sehingga tanpa sengaja aku merasa hubungan kami hanya sebatas teman, bukan ibu dan anak. Aku merasa mengetahui banyak hal sebelum saatnya dan inilah yang membuat hubungan ku tak harmonis. Bisa dibilang hampir setiap saat aku berantem dengan mamak, kala itu terjadi maka aku akan mogok kerja, mamak yang sudah terbiasa melihat rumah rapih ala sentuhan ku terkadang give up " ok..ok mamak mengaku salah" dan lalu akupun berteriak "horrreee aku menaaang" rumah kembali rapih dan aku bisa saling sapa dengan mamak.
Lalu aku kuliah, menjadi anak kos dan ternyata sedikit membawa perubahan bagiku, betapa aku paham capeknya seorang tukang cuci karena aku harus mencuci gosok sendiri bajuku. Betapa mamak begitu baik hati memasakkan berbagai makanan untuk perut kami di saat aku bingung harus beli menu makan apa. Tepat di akhir tingkat I aku seperti mendapat pencerahan bahwa "orang tuamu tak akan pernah salah, mereka hanya ingin yang terbaik, bisa jadi caranyalah yang tidak kamu suka" Selama tidak mengajak mu untuk mengingkari sang pencipta maka orang tua tak pernah salah. Begitulah aku memaknai arti orang tua.
Akupun merasa menyesal, bahkan aku sampai menelpon meminta maaf dan ada satu lagi yang membuat aku berubah yaitu ucapan adik perempuanku "Kak, tidak semua hal yang kakak tidak suka harus diucapkan , ada kalanya cukup disimpan dalam hati". Sejak saat itu sampai sekarang bisa dipastikan tak pernah lagi aku dan mamak bermusuhan.
Tahun 2006 aku pernah tersentak oleh berita seorang wanita, lulusan institut terkenal, alim rajin mengaji, membunuh secara langsung ketiga buah hatinya, alasannya dia merasa gagal sebagai ibu, dia merasa anak-anaknya tak boleh menulari sifatnya yang keras, sifat dimana selama ini yang dia benci dari Ibunya, dan luka hatinya terhadap Ibunya membuat dia mendendam sehingga apapun yang dilakukannya terhadap anak-anaknya dia ingat-ingat persis seperti yang Ibunya lakukan dan dia benci akan hal itu. Membaca berita itu entahlah meski aku belum menikah saat itu tapi rasanya itu keterlaluan.
Dari kasus itu aku bersyukur sudah bisa berdamai dengan hatiku, aku bersyukur bisa merasakan bahwa semua yang aku rasakan tidak enak itu sebenarnya hanya karena aku yang tak bisa menerimanya. Dan pernah menghadiri kelas parenting membuatku semakin bersyukur betapa aku bisa berdamai dengan hatiku melihat mamak. Didalam kelas itu semua ibu muda termasuk aku disuruh menuliskan "apa sih yang lu nggak suka dari orang tua mu " See semuanya punya jawaban hampir sama, padahal kenal juga nggak, saudara bukan apalagi berharap orang tua kami sama, NO ! Artinya apa ? bahwa persoalan semua orang tua itu sama, dan kami melihat semua list tentang ketidak sukaan kami itu adalah hal kesenangan kami belaka dan larangan mereka semata-mata untuk kebaikan kami.
Lantas yang salah apa ? TIDAK ADA, memang menjadi orang tua itu ngga ada sekolahnya, beruntung sekarang ilmu parenting banyak berkeliaran sehingga kita bisa belajar untuk menyesuaikan dengan keadaan.
Ketika ada teman sekantor bercerita betapa dia membenci Ibunya, karena pernah memukul kepalanya. Dan cerita pilunya itu saja yang diingatnya. Akupun menjawabnya "apakah kau tahu alasan kenapa ibu mu memukul kepalamu ? Yap, karena aku tak mau dibilangi ini itu. Sekali omongan kah lantas ibumu memukul mu ? Nggak sih berkali-kali tapi aku nggak suka dia begitu ! Plis jangan dendam dengan ibu mu. Karena kau tak tahu sedang apa dia saat itu, apakah dia sedang sedih atau bahagia ? Dan pernahkah kau bertanya bagaimana masa kecil Ibu mu dilaluinya ? Iya sih memang ngga tahu juga. Pesanku hanya satu jangan dendam, jangan benci, semakin kau benci maka akan semakin miriplah kau dengan Ibumu. Sampai suatu hari dia menyadari bahwa dia mendekati Ibunya, nyaris persis hanya saja kali ini aku memukul kepala anjing kesayangan ku ! See ? andai kau sudah ada anak maka bisa jadi apa yang kau rasakan akan kau berikan pada anakmu. Sejak saat itu dia berdamai dengan hatinya dan kini setiap rindu maka dia tak sungkan untuk menginap dirumah Ibunya.
Akupun menikah, baru sehari di rumah ipar akupun menangis dalam hati "ahh mamak" inilah yang kau rasakan ya. Begitu aku hamil dan mengandung "duh maak, betapa aku durhaka ya" aku tersadar betapa aku begitu mencintai janin didalam perutku, cinta yang tiada batas meski aku belum melihat wujudnya, bahkan aku rela mati asal janin selamat ! Mamak betapa bodohnya aku yang meragukan cinta mu :(
Akupun akhirnya memiliki anak, sekarang sudah dua balita, betapa konyol ketika aku dulu menantang mamak untuk memberi pernyataan bahwa mamak lebih sayang abang dari pada aku. Dijawabnya ngga akunya menangis tak percaya akhirnya dijawabnya "iya lebih sayang abangmu" aku baru merasa puas. Dan ketika suara tangisan anak keduaku terdengar, detik itu jantungku, sukmaku merasa bahagia, sama halnya dengan menyambut kelahiran anak pertama "oh mamak betapa kejamnya aku memaksamu untuk menjawab kasih sayangmu".
Akhirnya hanya minta maaf, hanya untaian doa untuk mamak, semoga kiranya Allah memberitahu mamak betapa aku menyayanginya meski aku tak pandai bersikap seperti adik-adikku yang bisa menunjukkan rasa sayangnya.
So Ladies.. sayangi ibumu, ketika kau tak menyukainya jangan larut ! Berdamailah dengan hatimu dan tak usah berikrar untuk tak menjadi sepertinya, semakin dibenci maka semua yang dibenci akan terinstall dikepalamu dan lantas membuatmu akan menyerupai semua kebenciannmu terhadapnya.
Menjadi orang tua memang harus terus belajar... banyak-banyak tarik nafas inshaallah membantu banget untuk tetap waras hehehe..
1 Komentar
Hi ka uli, salam kenal, aku sukaaaa tulisan ini :) thank you for sharing
BalasHapusKomen ya biar aku tahu kamu mampir