Dulu waktu aku kecil, sering mendapati mamak ku melap air
matanya dalam diam. Kadang aku harus berpura-pura tak melihatnya. Suatu saat
aku bertanya “kenapa kemarin menangis mak ?”. Mamak tak menjawab tapi aku tahu
tangis itu hanya sebuah penyesalan karena sudah memarahi kami anak-anaknya.
Menjadi orang tua memang tak mudah. Ada saja alas an untuk
meluapkan amarah kepada bocah yang banyak ulah, tapi seberapa pantas kah kita
marah ?
Well, aku juga belum bisa dikatakan menjadi orang tua yang
berhasil, namun ada beberapa hal yang aku pelajari dari masa kecil dan mamak
ku. Bahwa marah itu keluarkanlah pada saat yang tepat, tidak juga untuk
dipendam lalu diledakkan kapan kita inginkan.
Bila marah memang pada waktu dan tempat yang benar maka
yakinlah kita enggak perlu menyesal karena rasa sesal itu sendiri juga
menghabiskan energi lebih besar daripada amarah itu sendiri. Aku kerap
menyaksikan mamak menangis setelah memarahi kami, menyesal katanya. Situasi demikian
tak bisa kami pahami, apapun ceritanya mamak tadi sudah melukai kami. Akhirnya
kami justru menjadi terbiasa dimarah “ah paling juga nanti mamak akan menyesal”.
See? Bukan kami yang belajar untuk tak membuat mamak marah tapi justru kami
tahu bahwa mamak yang akan melunak menghadapi kami.
Sejak saat itu aku mengambil sikap bahwa aku tidak akan
marah sembarangan, dan aku tak ingin ada rasa penyesalan kalaupun amarah itu
harus aku luapkan. Kini aku sudah memiliki dua anak, kalau aku bilang aku enggak
pemarah pasti pada enggak percaya ya ? hehe, tapi beneran aku jarang banget
marah. Bukan karena anak-anak baik budi semua, tapi aku enggak mau buang energi
marah trus menyesal.
Kalau sekedar bikin rumah berantakan ya sudahlah yah ngapain
harus marah, ikut bermain dan ayo rapihin bareng. Atau kalau malas ya sudahlah
mari kita tinggal tidur. Selebihnya rasanya enggak ada yang bikin mamak harus
marah tapi enggak tahu ya dengan orang disekitar mamaknya haha.
Jadi enggak pernah marah sama anak ? Pernah dong, tapi seperti
yang aku bilang diawal aku akan marah pada saatnya, artinya sudah sering
dinasehati, sudah pernah dibilang sudah pernah dimaklumi dan masih terjadi aku
akan marah dan hasil akhirnya tentu tanpa rasa sesal karena sebelum marah sudah
dicicil dengan banyak usaha sehingga aku menyebutnya dengan marah pada saat
yang tepat.
Kalau kesal sama suami gimana ? Nah urusan suami mah beda ya
ladies, lihat dulu apa yang bikin bete. Kalau aku marah ya marah tapi satu
kuncinya jangan pernah didengar anak-anak. Marahnya aku kepada suami bisa
dengan merepet di whatsapp, atau aku ‘memaki’ nya dalam hatiku sampai puas. Dan
terakhir aku mencoba mengingat segala kebaikannya sehingga bisa membuatku
menarik nafas Panjang dan berkata “ya sudahlah,lupakan!”.
Marah yang enggak efektif itu menurutku adalah marah dalam
status social media, selain no solusi juga akan membuat follower kita bete.
Aura negative energinya akan negative pula, karenanya aku selalu berusaha membagi
energi positif supaya teman yang terkoneksi bisa pula merasakan energi positif.
Marah itu salah satu emosi yang kita miliki, bila dikelola
dengan baik bisa menjadi energi positif, bila dikelola salah maka akan membuat
kita capek. Pesanku hanya satu bila ingin marah maka pastikan itu sudah saat
yang tepat dan waktu yang benar, jangan pernah menyesal jadi bertanggung
jawablah pada emosi yang kita miliki.
2 Komentar
Bener banget yaaa... Duh berusaha ga bole marah ga bole marah
BalasHapusboleh marah asal tepat hehe
HapusKomen ya biar aku tahu kamu mampir