Tulisan ini hadir karena saat ini lagi ramai tentang sistem penerimaan murid baru dengan sistem zonasi. Sebenarnya aku enggak tahu apa dan bagaimana sistem zonasi ini berjalan. Kenapa enggak cari tahu ? Karena memang belum membutuhkannya hehe, sabar ntar juga tiba masanya.
Namun yang mau aku soroti adalah masalah keluhan beberapa teman yang harus terlempar dari sekolah favorit karena tidak masuk zonasi sekolah tersebut, lalu ada kesan buat apa punya nilai bagus tapi enggak bisa masuk sekolah favorit, another kesan lantas buat apa ada ujian segala ?
Mungkin kalau aku berada pada situasi salah satunya belum tentu aku bisa menuliskan hal ini, so mumpung aku masih bisa kasih opini jadi aku berusaha menuliskan hanya dari pengalaman ku saja, siapa tahu bisa menjadi inspirasi buat yang baca dan mudah-mudahan bisa membuat bu ibu yang sedang merasa lelah agak terobati ya mom's.
Dulu aku beberapa kali harus pindah sekolah dikarenakan papa selalu berpindah tugas. Sekolah Dasar saja aku sampai pindah 3 kali, SMP 2 kali dan SMA 2 kali. Dan aku ingat betul apa yang dilakukan mamak adalah selalu mencari perumahan yang dekat dengan sarana pendidikan dan fasilitas umum lainnya. Alasannya supaya kami dekat ke sekolah, enggak keluarin budget lebih untuk transport dan tentunya bersiap-siap bila papa dinas luar maka enggak akan menjadi kendala untuk urusan pendidikan dan kesehatan.
Meski aku pindah-pindah sekolah tapi lokasi sekolah selalu saja yang terdekat dari rumah, hal ini bisa terjadi karena mamak memang mempersiapkannya demikian. Apakah sekolahnya favorit ? Enggak juga, intinya memang mencari rumah yang dekat dengan sekolah, syukur-syukur memang sekolah favorit.
Melihat sistem zonasi maka aku adalah orang PRO, karena memang demikian selama ini yang kami lakoni. Sekolah dimana saja, enggak usah pilah pilih karena sekolah hanyalah sekedar tempat untuk meraih ilmu. Seberapa besar ilmu yang hendak diraih maka yang menentukan adalah si anak itu sendiri. Aku contohnya, pernah sekolah di sekolah biasa banget, bahkan pelajarannya nyaris sama persis di kota sebelumnya. Menjenuhkan karena aku harus mengulang hal yang sama padahal tingkatan ku sudah berbeda, akhirnya mamak memberikan aku les supaya aku bisa mendapat challenge yang lain and i think it works.
Ketika kuliah, aku sekelas dengan banyak orang daerah yang sekolahnya aku enggak pernah dengar, yang sekolahnya bahkan lebih kampung dari aku, tapi kami bisa satu kelas dan sama-sama berhasil masuk universitas keren. Saat kuliah pula aku menyadari bahwa kurikulum di Indonesia ini enggak merata, bukan karena anak daerah bodoh melainkan kurikulumnya memang punya standard yang berbeda. Akhirnya aku dan beberapa teman dari daerah mengejar ketertinggalan kami dengan melakukan bimbingan kepada kakak kelas.
Setelah bekerja aku bahkan mendapati sebuah fakta yang semakin membuat aku yakin bahwa kesuksesan itu enggak tergantung kita lulusan mana, meski secara administrasi orang-orang HRD akan tertarik dengan nama besar tempat kita menyelesaikan pendidikan dan dengan nilai yang wow. Sekarang aku bekerja disebuah perusahaan swasta which is ada rekan yang lulus dari Universitas yang namanya saja baru ku dengar saat dia menyebutkannya, faktanya aku dan dia punya jabatan setara dan gaji yang sama besarnya.
Lalu disaat reuni aku juga tergelitik karena mendapati teman yang punya materi lebih bukanlah kami yang duduk paling rapih, yang saat pembagian raport selalu membawa piala atau yang suka jadi ketua panitia hehe melainkan si teman yang duduk paling belakang, nilai pas-pasan dan cenderung kami sebut anak bandel di kelas.
Karena itu saat ini anakku, aku sekolahkan di TK yang hanya beda blok dari rumah meski ada TK favorit disekitar tempat kami tinggal, bukan aku tak sayang anak tapi mengingat apa yang sudah aku lewati yang terpenting bukan sekolah dimana, tapi bagaimana anak punya kemauan belajar. Dan akus elalu percaya bahwa anak ini hadir kedunia sudah lengkap paketnya, tugasku hanya menjaga amanah ini dengan segala kemampuan maksimal yang aku punya, bukan memaksakan diri berjuang mati-matian itu opini aku ya mom's.
Dan hari ini aku baca status Buncha tentang sebuah penelitian Hasil penelitian dari Thomas J. Stanley, Ph.D mungkin bisa mengubah cara pandang kita terhadap isu pendidikan saat ini. Sumber ini memang belum jelas karena hanya beredar di WAG, tapi membaca perjalanan hidup sampai saat ini rasanya aku bisa mengamini apa yang disampaikan beliau.
Riset beliau menunjukkan bahwa dari 100 faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang, makaIQ hanya di urutan ke-21, bersekolah di sekolah favorit di urutan ke-23, dan lulus degan nilai terbaik/hampir terbaik cuma faktor sukses di urutan ke-30.
Wow! dan menurutku sih iyes, karena adikku yang lulus dengan IPK dibawah 2,7 saja sekarang bergaji 30 jutaan, sementara aku IPK nyaris cumlaude malah separohnya haha, yah benar sih untukku yang enggak pintar namun rajin memang aku selalu bisa mencuri perhatian guru, sehingga aku bisa meraih beberapa prestasi hanya karena aku rajin, rajin mencatat, rajin mendengar dan rajin mengulang pelajaran hehe, serius aku selalu bilang ke teman-teman aku tuh enggak pintar tapi aku rajin.
Lalu apa sih 10 hal yang lebih utama dari IQ dan sekolah favorit ?
1. Jujur
2. Disiplin
3. Gaul (Good interpersonal Skill)
4. Dukungan dari orang tua/pasangan hidup
5. Bekerja lebih keras dari yg lain
6. Mencintai apa yang dikerjakan
7. Kepemimpinan yang baik dan kuat (Good & Strong Leadership)
8. Semangat dan berkepribadian kompetitif
9. Pengelolaan kehidupan yangg baik (Good life management)
10. Kemampuan menjual gagasan dan produk (Abilty to sell idea or product)
Tetap semangat buat bu Ibu yang masih berjuang memberikan pendidikan terbaik bagi putra putrinya, namun dikala tak bisa sesuai harapan kita ingatkan diri bahwa itulah yang terbaik. Sampai jumpa di cerita ulihape.com berikutnya ya
2 Komentar
Iya... gaji dan IQ, apalagi IPK, itu nggak ada hubungannya. Menurut saya, ada faktor keberuntungan, yang tentunya nggak akan bisa berguna kalau tidak ada usaha yang gigih.
BalasHapusiya sepakat
HapusKomen ya biar aku tahu kamu mampir