Apa penyesalan tapi nggak perlu disesali dalam hidupmu? Halah! gimana sih Li? Semacam ketertinggalan atau sebuah potensi yang ada dalam dirimu namun potensi itu tak sesuai ekspektasimu dan orang lain namun demikian tak jua menjadi sesal karena ada hal yang lebih baik atau hikmah yang dipetik dari ketidakberhasilan tersebut. Ada?
Bekerja Tanpa Karir |
Yup! bisa jadi bekerja tanpa mengejar karir adalah hal yang aku tinggalkan namun tak menjadi penyesalan bagiku. Lho, bukannya kamu kerja? Kok bisa nggak jadi apa-apa? Padahal temanmu jadi ini itu?
Menurutku, bekerja tidak selalu harus diiringi dengan mengejar karir. Inilah pilihan yang aku ambil. Bagiku, yang terpenting adalah memiliki pekerjaan yang bisa menghasilkan gaji untuk menunjang kebutuhan keluargaku. Hingga saat ini, hal tersebut tetap menjadi prioritas utamaku. Aku merasa nyaman dengan jabatan sebagai staf biasa, tapi dengan gaji setara manajer. Menurutku, ini adalah keputusan terbaik yang bisa aku ambil dalam situasi ku meski aku tidak di dalam struktur manajerial.
Tentu saja, ada dilema yang muncul, terutama dari rasa iri di kalangan rekan kerja. Mereka sering bertanya-tanya, "Kok bisa sih, cuma pengawas tapi gajinya besar?" atau "Fasilitasnya kok bisa setara manajer?". Perasaan seperti ini memang wajar muncul, tapi sejauh ini aku bisa mengatasinya dan tetap merasa bahagia meski hanya sebagai staf biasa, yang penting kebutuhan keluargaku terpenuhi.
Work Life Balance
Aku menyadari bahwa menyeimbangkan karir dan urusan rumah tangga adalah hal yang sulit. Untuk menjadi profesional, sering kali harus memilih salah satu. Pengalaman teman-temanku yang berhasil menyeimbangkan karir dan rumah tangga tampak sangat berat dan melelahkan bagi kemampuanku. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk tidak terlalu fokus pada jenjang karir. Aku berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain dengan jabatan yang sama, namun gajiku meningkat berkat pengalaman yang kumiliki. Selama perusahaan mau memberikan gaji yang setimpal, kenapa tidak?
Setelah memiliki anak, aku semakin yakin bahwa keputusanku tidak salah. Aku menikmati beban kerja yang ada dan masih bisa mengurus keperluan rumah tangga seperti memasak, mengurus sekolah anak-anak, dan lainnya. Jabatan yang aku miliki memiliki tanggung jawab yang relatif kecil, sehingga mudah untuk mengajukan cuti demi urusan anak-anak. Aku merasa beruntung karena pekerjaanku bisa dilakukan dari jarak jauh dan tidak menuntut keputusan besar, sehingga bebannya lebih ringan dibandingkan jika aku berada dalam tim manajemen.
Belum lagi aku masih bisa melakukan hobi ngeblog, membuat konten di sela waktu bekerja dan ini mungkin yang disebut dengan work life balance, melakukan pekerjaan dengan suka, mengurus keluarga dengan bahagia dan masih bisa melakukan hobi serta liburan tetap enjoy!
Apakah Aku Menyesal Tidak Memiliki Karir?
Sejujurnya, tidak. Ketika melihat teman-temanku sudah berada di posisi top manajemen, perasaanku bagaimana? Biasa saja. Aku malah bangga memiliki teman-teman yang sukses, dan mereka juga senang punya teman seperti aku. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak bahagia dengan kehidupan kita. Yakinkan diri bahwa pilihan hidup adalah hak kita dan kebahagiaan adalah milik kita sendiri. Pun begitu melihat adik-adikku lebih maju dariku juga bikin hidup itu semakin indah, serasa nggak harus ada yang aku pikirkan karena teman dan saudaraku jauh lebih baik dariku, betul?
Tidak memiliki karir bukan akhir dari sebuah pekerjaan. Yang harus dijaga adalah kerjasama dengan rekan kerja, jangan merasa paling ahli hanya karena memiliki pengalaman bertahun-tahun di posisi yang sama. Juga, jangan merasa paling hebat, tetap mau menerima dan belajar hal baru. Ketika harus mendahulukan pekerjaan rumah tangga, tinggalkan beban kerja sekecil mungkin kepada rekan kerja.
Apa Impianku Setelah Ini?
Kadang ada muncul jenuh dalam bekerja, mungkin karena tidak ada tantangan lagi. Tapi saat ini, aku belum punya pilihan lain selain bertahan. Impianku selanjutnya adalah bisa menjadi content creator yang diakui. Aku sangat ingin memiliki skill yang mumpuni di bidang ini. Semoga Allah membuka jalan-Nya, sehingga beberapa waktu lagi aku bisa pensiun dari pekerjaanku sekarang dan melakukan hal yang aku inginkan, yaitu membersamai anak-anak sembari membuat konten.
Life must go on, katanya. Jadi, mari kita nikmati apa yang ada. Masa depan boleh dipikirkan, tapi tidak perlu menjadi beban. Karena aku percaya, takdirku sebagai orang tua dan takdir anak-anakku sudah ditentukan. Tugas kita adalah menjalani peran dengan sebaik mungkin, terus semangat, berdoa, dan berusaha. Jangan pernah tinggalkan impian dan cita-cita, supaya Allah tahu betapa gigihnya kita.
Semangat untuk semua ibu pekerja dengan berbagai tujuan!
38 Komentar
Kak Uli semoga ke istiqomahnya bernilai ibadah. Keren, Kak 😍
BalasHapusAamiin, makasih ya
HapusAku tim yang bekerja tanpa mengejar karir juga, mbak. Walaupun kadang suka ada rasa iri melihat teman lainnya sudah menjadi manajer atau sebegainya, tapi pada kenyataannya memang yang dibutuhkan itu bertahan. Yang penting dapet gaji, ya walaupun staff biasa yaudah
BalasHapusBenar banget, nah rasa irinya sebaiknya dikurangi sebagai wujud tgjawab sama keputusan kita
HapusMak, kamu setipe dengan aku. Apalagi dominan otakku itu, otak kanan atas. Which means aku akan kerja sesuai dengan yang kusukai. Selama aku hapy mengerjakannya, karir bukan ambisi utamaku. Tapi keinginan belajarku justru yang lebih tinggi. Makanya, aku kepikir pengin kuliah lagi. Doakan ya, mak
BalasHapusAamiin, semoga segera bisa mewujudkan impian sekolahnya ya mak
Hapuscuma mau bilang mba you are absolutely kece to the max, hingga usia 40 tahun ini aku pun merasa bekerja memang untuk ibadah, lillah karena allah sekaligus ngumpulin pahala kan ya, masalah karir, kasih ke yang lain aja, lah udah bisa atur waktu antara bekerja, menjadi seorang ibu, istri, anak, kakak, adik aja udah alhamdulillah... yang penting cukup
BalasHapusMashaallah, tos!
HapusSemoga apa yang diharapkan menjadi konten kreator yang diperhitungkan di tanah air bisa tercapai Mbak. Semangat! Harus ada pencapaian-pencapaian baru nih kita biar sebagai ibu rumah tangga yang juga bekerja di luar rumah kita tetap berkembang dan tidak stuck.
BalasHapusBenar banget
HapusSetuju. Life must go on. Apa yang ditakdirkan untuk kita, itulah yang terbaik. Dan percayalah, ada aja kejutan menyenangkan dalam perjalanannya. Saya pun senang nih, bisa ngeblog atau melakukan pekerjaan menulis lainnya secara online, sesekali mengikuti acara offline, sambil tetap terus di rumah bareng anak-anak.
BalasHapusJalani dengan syukur ya Mak
HapusAku juga bekerja yang ngga mengejar karir sih dulu. Bisa kerja aja alhamdulillaj, punya lingkungan pertemanan yang ngga toxic aja udah rejeki. Ya ngga papa kan tiap orang punya goals dan prioritas masing2. Ngga bisa memaksakan pakai sepatu orang lain. Semangat mbaaa.
BalasHapusSetuju banget!
HapusSetuju kak Uli, kalau teman atau saudara kita lebih maju dari kita ya Alhamdulillah, ikut bahagia. Karena pastinya ukuran kebahagiaan dan kesuksesan setiap orang tidaklah sama
BalasHapusIya Fen semua sudah ada garis masing-masing kita tinggal jalani ya
Hapuswaktu saya bekerja juga sama mba, tidak mengejar karir lebih suka di zona nyaman aja bekerja senyamannya saja. Tapi saya mah salut sama mba uli, bekerja tapi tetap bisa sambil menulis blog, mengurus keluarga juga hebat mba, semangat terus ya
BalasHapusMakasih mbak
HapusSeperti suamiku. Dia kerja apa adanya banget. Kalau ada peluang untuk nambah karir, malah suka dikasih ke orang, katanya kasihan, si anu butuh tambahan, kasihan, si anu anaknya banyak. Dll...
BalasHapusKadang aku yg suka kesel. Haha... Tapi ya begitulah lain niat lain juga yg dijalankan ya...
inshaAllah selalu ada kejutan dalam hidup ya teh
HapusSemoga impiannya tercapai ya, Kak. Aku setuju sih, bagi seorang ibu rumah tangga sekaligus wanita karir, work life balance itu penting banget. Keluarga harmonis, sekaligus kebutuhan rumah tangga tercukupi.
BalasHapusIya Alhamdulillah bisa seimbang
HapusDi kantorku kemarin ada beberapa teman yang jabatannya diturunkan mbak dan mereka itu kecewa banget. Kalau lihat begitu aku jadi bersyukur aku cuma staf biasa jadi nggak harus kecewa karena penurunan jabatan ini. Apalagi kalau punya jabatan juga ada risiko yang harus dihadapi jadi ya sementara jadi staf aja dulu
BalasHapusIya bener banget ya
HapusIya namanya pekerjaan jalani saja ya kan. Tidak perlu lihat orang lain. Karena rezeki sudah ada yang atur
BalasHapusSetuju mbak
HapusPerempuan memang lebih cenderung diperhadapkan pada pilihan/keharusan seperti ini ketimbang laki2 ya..Bahkan, lebih dini daripada itu, perempuan malah tidak lg bekerja formal krn alasan keluarga. Apapun pilihan kita, semoga bisa merasa penuh dg pilihan itu ya mbaa..
BalasHapusKalau aku sepertinya bekerja untuk membahagiakan mama dan keluarga besar saja
BalasHapusNamun, sampai sekarang belum bisa bekerja di ranah publik karena suami belum ijinkan
Soalnya anak-anak masih kecil dan butuh perhatian
Jadi ingat waktu dulu kerja tuh awalnya memang mengejar karir, apalagi untuk aku yang dulu kerjanya di dunia media cetak. Tapi memang lama kelamaan lebih enjoy dengan bekerja sesuai passion, ya memang karena kerjanya sesuai dengan kemampuan yang ku miliki.
BalasHapusJadi inget bossku di HK dulu, dinaikkan jabatan, dia menolak, padahal gajinya jadi berlipat. Alasannya, "semakin tinggi jabatan, semakin banyak pekerjaan dan tanggung jawab. Buat apa kalo aku gak hepi?" Istrinya kecewa tapi dia santai. Gak perlu karir, yang penting kerja gajinya masih lebih dari cukup. Salut sih sama orang-orang type ini. Di kala banyak orang mengejar jabatan dia woles aja...
BalasHapusMba, tulisan mu dari hati banget dan sangat ngena ke hati pembaca. Rupanya, bukan hanya aku yang bekerja namun tidak mengejar karir. Dan benar adanya, di usiaku pun teman-teman sudah punya posisi mumpuni, alhamdulillah aku happy melihatnya dan bangga juga. Syukurnya kita tak punya rasa iri ya. Intinya keputusan terbaik memang menikmati, menjalani dan mensyukuri yang ada dalam genggaman. Bismillah work life balance dan masa pensiun nyaman serta bisa ngontrn adalah salah satu hope, tercapai aamiin.
BalasHapusWajarnya kalau kadang-kdang jenuh dalam pekerjaan, tapikalau ingat keluarga itu yang bikin semangat & bertahan dalam pekerjaan. Gak ada yang perlu disesali ya mbak tapi dijalani aja kalau sekarang, Tetap semangat
BalasHapusHmm iya sih, kadang pengen juga punya karir
BalasHapusTapi pekerjaan sebagai konten kteator juga asyik
Bisa bebas berkreasi dan kerja dari mana saja
((Sambil mikir...)) apa yaa.. penyesalan tapi nggak perlu disesali dalam hidupku?
BalasHapusSeringkali akutu menyesali tapi gak perlu disesali adalah saat impulsif belanja. Huhuhu, suka pake tagline "Yang penting punya dulu, mumpung murah."
Sereceh itu yaa..?
Kalau masalah karir, aku uda ninggalin sejak menikah, jadi asa uda lupa rasanya.
Etapi bedanya mungkin karena akutu basically guru.
Jadi, karirnya mungkin lebih ke melanjutkan sekolah yaa..
Jadi inget dulu waktu masih ngajar. Walau kita bertemu karakter anak yg berbeda setiap tahunnya.. Tapi tetap aja ada rasa jenuh utk mengajar. Biasanya saya mengisi waktu luang dengan ngedit2 suara nyanyi karoke di aplikasi audio editing. Sekalian belajar tools2 baru. Ngitung2 bagusin suara pake editan.. Hahahaha.. Seneng kalau hasilnya ternyata dah kayak penyanyi2 idol gitu.. Hahaha..
BalasHapusAamiin mbak. Semoga dalam waktu dekat bisa tercapai impiannyaa. Memang gk semua orang bekerja untuk mengejar karir, dan ya gapapa banget. Yang penting diri sendiri merasa fulfilled dan bermanfaat buat keluarga. Terlebih lagi, yang penting happy dan rekening terisi, ihihi
BalasHapusAku baca ini, jadi berfikir juga, mbak. Memang kita sebagai ibu yang bekerja, akan sulit banget mau cari life balance. Memang keputusan sulit, harus diambil biar life balance tadi bisa tercapai ya
BalasHapussetuju banget mbak, hidup itu berjalan terus yah. Yang terjadi jangan disesalkan
BalasHapusKomen ya biar aku tahu kamu mampir